Kosmologi Tiga Filsuf Pertama Yunani
Yunani yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai tempat kelahiran filsafat, membuat pengkajian atas pemikiran di dalamnya menjadi menarik. Pada awal mula kelahiran para filsuf—yang berupaya melepaskan diri dari mitos, mereka memulai dari permasalahan kosmos (alam semesta) yang dulu hanya berhenti pada kepercayaan-kepercayaan mitos. Bagaimana mereka berpikir tentang alam, Sedangkan belum ada teknologi, kemajuan sains, dan lain sebagainya? Hal inilah yang membuat Yunani istimewa, dan pantas menjadi tempat kelahiran filsafat.
Filsafat Yunani kuno, dimulai sejak kelahiran Thales pada abad 6 SM. Sumber lain mengatakan, bahwa Solon ialah filsuf Yunani pertama perumus gagasan demokrasi. Terlepas dari beberapa perbedaan pendapat siapa yang mengawali gerakan filsafat di Yunani, kali ini kami akan menyodorkan beberapa tokoh yang dianggap masyhur sebagai filsuf pertama di Yunani, sekaligus sebagai salah satu dari tujuh orang bijaksana di Yunani waktu itu.
Thales
Seorang filsuf pertama yang memusatkan pembahasan filsafatnya pada arkhe (asas) dari alam semesta. Hidup sekitar abad ke-3 SM. Sebagai seorang filsuf yang pertama, tidak banyak riwayat yang melaporkan riwayat hidupnya. Perihal seluk-beluk Thales bisa diketahui melalui Aristoteles.
Menurut Thales, arkhe dari alam semesta ini adalah air. Kesimpulan ini ia dapatkan dari pengamatannya bahwa air mempunyai berbagai bentuk; cair, uap, beku dsb. Sebuah pengamatan yang sederhana namun begitu jeli bagi orang yang hidup di zaman kuno, karena teori ini nantinya dikembangkan oleh hukum fisika modern. Thales juga mengabstraksikan bahwa bumi ini muncul secara tiba-tiba dan mengapung-ngapung di atas air. Maka dari itu, Thales dianggap sebagai pendiri mazhab filsafat alam, karena ia menitikberatkan pembahasan filsafatnya pada asal-usul alam semesta.
Pengaruh mitos Yunani kuno nampaknya masih melekat pada pemikiran Thales. Terbukti dalam filsafatnya yang menyoal masalah alam, ia meyakini bahwa di alam ini penuh dengan dewa-dewa (sebagaimana yang menjadi keyakinan masyarakat Yunani kuno). Hal ini ia buktikan lewat pengamatannya bahwa magnet bisa saling tarik menarik—berarti dalam sebuah benda terdapat jiwa. Lebih lanjut, alasan ia memilih arkhe tunggal karena hakikat dari alam semesta ini merupakan sesuatu yang satu. Sehingga arkhe pun, pembentuknya tunggal. Aliran ini disebut monisme dalam filsafat Yunani.
Anaximandros
Filsuf kali ini berbeda dengan tokoh sebelumnya, walaupun ia merupakan muridnya. Dalam pandangannya mengenai arkhe, ia tidak sependapat dengan Thales. Bagi Anaximandros, jika anasir pembentuk alam merupakan air saja, maka air ini akan menemui anasir yang berlawanan, yaitu api. Bisa dibayangkan jika asas dari pembentuk semesta adalah air, maka keberadaan api bisa menghalangi terciptanya semesta. Hal ini berarti api mempunyai potensi sebagai penyusun utama semesta. Maka dari itu, Anaximandros merumuskan bahwa arkhe dari alam ini ialah to apeiron (sesuatu yang tak terbatas). Dalam artian sesuatu ini lebih subtil dan melahirkan banyak arti—tidak tertentu pada satu asas (arkhe) saja.
Lebih lanjut, Anaximandros menjelaskan jika dari unsur yang tak terbatas itu—to apeiron— mengalami ekkrisis (penceraian) berupa ta anantia (unsur-unsur yang berlawanan); yang panas dengan yang dingin, kering dengan basah. Jika kedua unsur ini didominasi oleh salah satu saja, maka hukum dike (keadilan) harus berlaku. Dike inilah yang melekat pada anasir to apeiron nantinya (karena ia netral).
Mengenai proses terbentuknya alam semesta, Anaximandros menggambarkan dalam sebuah abstraksi, bahwa dari pertentangan panas dan dingin ini membuat suatu gerak memutar sehingga terbentuklah bola api raksasa, bola api raksasa tersebut kemudian meletus menjadi keping-keping bola kecil. Selanjutnya, bola kecil ini memiliki lubang yang bersinar, itulah matahari. Agaknya, pemikiran Anaximandros ini mirip dengan teori ledakan Big-Bang milik Edwin Hubble.
Selain membahas tentang asas dari alam, Anaximandros juga menjelaskan asal-usul manusia, yaitu air. Ia mengiaskan manusia seperti ikan hiu yang melindungi anak-anaknya di dalam badannya. Maka dari itu, menurut Anaximandros asal-usul manusia berasal dari dalam badan ikan. Tidak mungkin manusia lahir dalam bentuk bayi, karena jika bayi ini lahir di dunia, maka ia tidak akan bisa hidup bertahan lama.
Melihat dari hasil analisa pemikiran Anaximandros, kita akan menemukan pemikirannya bercorak rasionalis lebih jauh, dan lebih dalam dari pada Thales. Hal ini bisa diperkuat, dengan melihat pemikirannya yang menyoal asal-usul alam yaitu sesuatu yang tidak terbatas (to apeioron). Yang mana, hingga sekarang muncul berbagai interpretasi terhadap makna to apeiron.
Anaximenes
Tokoh terakhir yang akan kita bahas kali ini, ia mempunyai keterpengaruhan dari gurunya; Thales. Terutama dalam merumuskan arkhe, Anaximenes sepakat dengan Thales bahwa asas pembentuk alam adalah sesuatu yang riil. Terbukti saat Thales merumuskan arkhe alam semesta adalah air, Anaximenes pun menganggap arkhe tersebut adalah udara. Meski sama dalam jenis arkhe (berasal dari air), perbedaan antara Anaximenes dan Thales terletak pada wujud arkhe yang mereka gagaskan.
Pemikiran Anaximenes diklaim mengalami kemunduran, karena arkhe alam semesta yang ia ajukan berasal dari sesuatu yang riil, tidak abstrak seperti to apeiron. Di sisi lain, Anaximenes adalah seorang filsuf pertama yang menganalogikan sistem antara jagat raya dengan tubuh manusia; tubuh sebagai mikrokosmos dan jagat raya sebagai makrokosmos.
Menurut Anaximenes, udara di jagat raya ini memiliki peran, yaitu: jika udara mengalami pemadatan, maka akan terbentuk angin, air, tanah dan batu. Namun, jika udara mengalami pengenceran, maka terciptalah api. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa udara merupakan unsur yang bersifat Ilahi, maka dari itu ia memilih udara sebagai arkhe. Anaximenes lebih menekankan lagi bahwa udara yang ia maksud tidak hanya yang memenuhi ruangan, namun udara yang memenuhi seluruh ruang jagat raya ini. Bahkan, jiwa-jiwa manusia atau hewan juga dipenuhi udara.
Pemikiran tiga filsuf di atas, secara tidak langsung telah membuka jalan pemikiran sains modern. Thales; bentuk air (zat cair) yang mengikuti wadah, pemikiran Anaximandros mirip dengan teori ledakan Big-Bang dan arkhe udara Anaximenes dan perannya dalam kehidupan. Terlebih lagi dalam ranah filsafat Yunani, kelak perbincangan mengenai arkhe ini akan dikembangkan lebih jauh oleh filsuf pluralis dan atomis.
Komentar
Posting Komentar